Minggu, 21 Juni 2009

Stop Kekerasan di Sekolah!


Kekerasan sudah mengakarabi kehidupan keseharian masyarakat kita. Penyelesaian konflik selalu saja disertai dengan tindakan kekerasan. Bahkan, seperti kasus-kasus yang belakangan ini terjadi di institusi pendidikan, kekerasan menjadi pertunjukkan yang menarik untuk dipertontonkan. Bisa kita amati bersama bagaimana rekaman kasus perkelahian siswa SMP di Polewali Mandar (Polman), pertarungan tinju dua siswi di Timika, kekerasan geng nyik-nyik di Tulungagung dan seabrek kasus serupa lainnya. Artinya kini budaya kekerasan bukan hanya milik orang dewasa semata. Anak-anak sekolah yang notabene adalah generasi penerus bangsa juga telah ikut ambil bagian.
Jika ditinjau secara kultural, maka kekerasan dalam dunia pendidikan menjadi masalah yang cukup kompleks. Kekerasan yang dipraktekkan adalah dampak dari ketimpangan sistem struktural pendidikan secara keseluruhan. Kekerasan ini beroperasi melalui (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor) struktural (masyarakat).
Bentuk-bentuk kekerasan dapat muncul dikarenakan kurikulum pendidikan yang cukup padat dan sarat beban, menyebabkan anak harus belajar berbagai hal dalam waktu yang ditentukan. Ini menyebabkan emosional anak didik menjadi kurang bisa terkendali. Kemudian, sebagian pendidik juga belum mampu mengelola emosi negatif sehinga memperlakukan peserta didik dengan kasar. Lebih jauh lagi, pemegang kebijakan pendidikan di negeri ini harus sadar bahwa ketidakadilan kebijakan dan perundang-undangan pendidikan yang diskriminatif dapat menanam benih kekerasan di benak anak didik. Karena secara substansif, akses pendidikan yang tidak adil dan merata dapat menyebabkan kesejangan, sehingga akan sangat mudah memicu konflik sosial yang lebih luas.
Selain itu, media massa juga tak dapat lepas tanggungjawab dalam membentuk perspektif terkait perilaku kekerasan dikalangan siswa sekolah. Karena bagaimanapun bentuknya, media menanamkan sikap dan nilai tertentu pada masyarakat. Sehingga terpaan media yang terus menerus bermaterikan kekerasan, akan membuat siswa sekolah menirunya mentah-mentah. Oleh karenanya, selain “gerakan anti-narkoba”, gerakan anti-kekerasan juga dapat digalakkan media massa sebagai cara untuk meredam budaya kekerasan, terutama dalam dunia pendidikan.
Akhirnya, tentulah akan sangat mengkhawatirkan jika kekerasan mengakar kuat dibatin masyarakat, karena itu akan menjadi sumber inspirasi bagi bentuk-bentuk kekerasan yang kapan saja bisa terjadi. Untuk itu lembaga pendidikan, media massa beserta agen perubah kebudayaan lainnya, perlu bekerjasama secara optimal. Sehingga akan terwujud generasi mendatang negeri ini yang tidak teracuni nilai-nilai kekerasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar